Grand Syekh Al Azhar, Prof. Dr. Ahmad Tayyib dijadwalkan akan tiba di Indonesia pada 8 Juli 2024, setelah sebelumnya tiba di Malaysia pada Selasa (2/6) dan Thailand pada Jumat (5/6/24). Perjalanan ini merupakan bentuk lawatan beliau ke Asia Tenggara meliputi Malaysia, Thailand dan Indonesia. Dalam lawatan tersebut Syekh Al-Azhar dijadwalkan akan bertemu dengan pejabat tinggi, pemuka agama, cendikiawan dan tokoh politik di masing-masing negara.
Mengenal Sosok Syekh Ahmad Thayyib, Grand Syekh Al Azhar, Mesir
“Syekh Ahmad Thayyeb” begitu biasanya nama yang akrab terdengar di telinga masyarakat Indonesia. Beliau memiliki nama lengkap Ahmad Muhammad Ahmad Ath Thayyeb, lahir di Loxor provinsi Qina, Mesir bagian Selatan pada 6 Januari 1946 M /3 Shafar 1365 H. Beliau tumbuh di Tengah-tengah keluarga yang berpendidikan.
Ayah dan Kakek beliau merupakan “aktivis” yang kerab kali menghadiri majelis perdamaian antar suku di desanya. Ahmad Thayyeb kecil pun kerap kali membersamai Ayah dan Kakeknya menghadiri majelis perdamaian tersebut. Kebiasaan inipun masih beliau lakukan saat pulang ke kampung halamannya kendati telah menjabat sebagai Grand Syekh Al Azhar. Masa kecil beliau dihabiskan di kampung halamannya dengan menghafal Al Quran dan mempelajari dasar-dasar kelimuan di Madrasah Al Azhar. Usai menamatkan sekolah, Ahmad Thayyeb remaja melanjutkan studi di Fakultas Ushuluddin, Jurusan Aqidah Filsafat, Universitas Al Azhar, Kairo dan lulus pada tahun 1969. Beliau menerima gelar master pada tahun 1971 dan gelar Doktor (PhD) pada tahun 1977 pada perguruan tinggi yang sama.
Keterbukaan beliau dalam menimba ilmu juga mendorong beliau melakukan riset di Universitas Sarbonne, Prancis selama 6 bulan, dan berhasil menyematkan gelar profesor pada tahun 1988. Kemahirannya dalam berbahasa Prancis juga membuat beliau diterima mengajar sebagai dosen di Prancis selama penelitiannya. Kendati telah melakukan rihlah keilmuwan panjang ke Eropa, Syekh Ahmad Theyyeb merupakan seorang penganut al-Asy’ari dalam Aqidah, Maliki dalam mazhab Fikih, serta Khalwati sebagai tarekat sufinya.
Dalam perjalanan karir pendidikan, Syekh Ahmad al-Thayyeb tercatat aktif dan memiliki posisi di sejumlah kelembagaan pendidikan, di antaranya: sebagai anggota Lembaga Riset Al-Azhar – Majma’ al-Buhuts al-Islamiyah, ketua Komite Dialog Antar Agama Al-Azhar. Dekan Fak. Dirasat al-Islamiyah wa al-`Arabiyah Universitas Al-Azhar cab. Qena (1990-1991), Dekan Fak. Dirasat al-Islamiyah wa al-`Arabiyah Universitas Al-Azhar cab. Aswan (1995), Dekan Fak. Ushuluddin Universitas Islam Internasional, Pakistan (1999/2000), dan anggota Dewan Tertinggi Tarekat Sufi Dunia. Tak hanya itu, beliau juga mengajar di universitas-universitas di luar negeri, seperti Arab Saudi, Qatar, Pakistan, dan Uni Emirat Arab.
Pada 3 Rabiul Awal 1431 H bertepatan dengan 19 Maret 2010, Syeikh Ahmad Thayyeb mendapatkan kehormatan menduduki posisi puncak al-Imam al-Akbar (Imam Terbesar) Al-Azhar atau yang lebih dikenal dengan sebutan Grand Syakh Al-Azhar. Posisi ini merupakan posisi pimpinan tertinggi dalam institusi Al-Azhar melalui Undang-Undang Nomor 103 Tahun 1961 Tentang Pengembangan Al-Azhar. Posisi ini juga menjadi posisi terpandang lantaran dianggap sebagai sosok yang memiliki otoritas besar dalam dunia Islam.
Sosok yang konsisten menjaga kemanusiaan dan lantang menyuarakan perdamaian
Keikut sertaan beliau dalam majelis-majelis perdamaian sejak kecil rupanya membawa dampak besar bagi Syekh Ahmad Thayyeb dewasa. Ditambah, latar belakang Pendidikan di Al Azhar yang mewariskan manhaj keilmuwaanya sebagai garda terdepan dalam mempelopori perdamaian. Dasar ini menjadikan beliau sosok yang berani lantang bersuara saat melihat perdamaian dan nilai kemanusian dinistakan.
Penandatanganan dokumen perdamaian bertajuk “Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama” antara Grand Syekh Al Azhar, Syekh Ahmad At Thayyeb dan Paus Fransiskus selaku pimpinan dunia kekristenan di Abu Dhabi, pada 4 Februari 2019 silam menjadi bukti nyata komitmen beliau dalam menjaga perdamaian dunia. Dokumen itu mendorong seluruh pemimpin dunia untuk bekerjasama dalam menyebarkan budaya toleransi, mencegah pertumpahan darah dan menghentikan peperangan. Dalam dokumen itu juga tercantum kecaman terhadap pihak-pihak yang menggunakan nama Tuhan untuk membenarkan aksi-aksi kekerasan, radikalisme, atau terorisme yang dilakukannya.
Tak hanya menjalin dan merangkul berbagai sekte keagamaan dalam menjaga perdamaian dunia, beliau juga lantang dalam membela hak-hak muslim yang dirampas dan tertindas di berbagai wilayah. Mulai dari membendung berbagai tuduhan ekstream terhadap Islam, mengecam tindakan aksi penistaan Kitab Suci Al Quran di Prancis, membantah statmen buruk partai politik India terhadap Islam, hingga pembelaan terhadap perjuangan pejuang Palestina hingga detik ini.
Kecaman yang dilontarkan INSS Israel pada 7 November 2023 silam agar memberhentikan Syekh Ahmad Thayyeb sebagai Grand Syekh Al Azhar menjadi salah satu bukti nyata kerasnya suara beliau dalam membela kemanusiaan dan perdamaian.
Tak terbatas dalam membela dan membendung beragai tuduhan terhadap islam, beliau juga turut serta dalam mengomentari berbagai isu dunia yang kiranya mampu merobek perdamaian dan nilai kemanusiaan. Diantara komentar beliau yang sangat jelas adalah mendorong terjadinya perdamaian antara Rusia dan Ukraina tempo lalu. Statmen ini menjadi salah satu bukti tegas, pijakan beliau di atas nilai-nilai perdamaian dan kemanusiaan, bukan saja hanya di atas kesamaan agama.
Bisa dipastikan bahwa hampir di setiap kali ada isu-isu penting mengenai krisis kemanusiaan di dunia pada abad ini, selalu ada sumbangsih positif yang diperankan Syekh Ahmad Thayyeb.
Kunjungan Grand Syekh Al Azhar dan rajutan harmoni beragama di Indonesia.
Dalam masa Pemerintahan Presiden Jokowi, 8 Juli 2024 besok merupakan kali ke-3 Grand Syekh Al Azhar sekaligus ketua Majelis Hukama Muslimin (MHM), Syekh Ahmad Thayyeb mengunjungi Indonesia. Sejarah hubungan keilmuwan Indonesia dengan Al Azhar sebenarnya telah dibangun jauh sebelum kemerdekaan Indonesia diumumkan. AL Azhar sebagai lembaga pendidikan memainkan peran penting dalam membangun hubungan diplomatik Indonesia-Mesir. Hubungan ini diperkuat dengan posisi Mesir sebagai negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia
Al Azhar sebagai lembaga akademik sekaligus manhaj berfikir memiliki corak yang sama dalam dakwah dan penyebaran Islam di Indonesia. Di Tengah kehidupan masyarakat Indonesia yang plural, proses penyebaran Islam di Indonesia terjadi dengan damai tanpa paksaan terlebih kekerasan. Titik inilah yang menjadikan manhaj Al Azhar mudah diterima di tengah-tengah Indonesia.
Namun kendati demikian, pengaruh aneka pemikiran radikal dan ekstream yang sering kali mengatas namakan “Islam” selalu menjadi momok mengerikan bagi negara dengan mayoritas penduduk Muslim. Pemikiran-pemikiran ini memberi pengaruh di bawah alam sadar. Cara berpikir yang instan sekaligus semangat beragama tanpa diimbangi dengan dasar pemahaman agama yang benar adalah lahan subur yang dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok tertentu guna menanam benih-benih pemikiran radikal.
Indonesia sebagai Penduduk dengan persentase muslim terbesar di dunia, menjadi market yang mengiurkan bagi kelompok-kelompok tak bertanggung jawab tersebut. Oleh karenanya kehadiran grand Syekh Al Azhar, Syekh Ahmad Thayyeb untuk yang kesekian kalinya ke Indonesia menjadi apresiasi bagi Pemerintahan Indonesia dalam menjaga dan merawat kerukunan beragama di tengah pluralitas masyarakatnya. Kehadiran ini sekaligus menjadi angin segar bagi Indonesia untuk merajut harmoni dalam penerapan beragama di tengah berbagai macam perbedaan.
Redaktur: Annas Muttaqin
Editor: Diffa Cahyani Siraj